Saturday, March 31, 2012

STOP KONSUMSI TELUR PENYU

Oleh : Pepeng


Pin yang menjadi selogan
STOP  konsumsi dan perburuan telur penyu menjadi selogan yang tertulis pada pin yang dibagikan kepada peserta pelatihan Teknik Monitoring dan Penegakan Hukum Sumber Daya Kelautan  dan Perikanan Berbasis Masyarakat, yang di selenggarakan WWF indonesia di kompleks Tirta Ria, Kabupaten Kubu Raya 24-25 mei 2011.


Ajakan untuk berhenti mengkonsumsi dan memburu telur penyu ini cukup beralasan, mengingat ancaman terhadap populasi penyu di Kalbar terutama di kawasan pesisir Desa Sebubus dan sekitarnya di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, sangat terbuka.

Saat membuka kegiatan yang mayoritas pesertanya adalah masyarakat dari wilayah di sekitar pesisir yang menjadi habitat penyu hijau (chelonia mydas) dan penyu sisik (Erectmochelys imbricata), kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalbar Gatot Rudiyono mengatakan, pengelolaan sumber daya kelautan di Kalbar sangat beragam.

Kadis memberi apresiasi terhadap inisiasi masyarakat Sebubus yang berinisiatif membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) dengan nama Kambau Borneo.
Satu diantara tujuan dibentuknya kelompok ini untuk melindungi, mengawasi dan melestariakn sumber daya pesisir dan laut di sekitar tempat mereka tinggal.

Menurut Koordinator Program Penyu WWF indonesia Dwi Suprapti, meskipun sekurang-kurangnya enam jenis penyu yang di jumpai di Indonesia telah dilindungi dalam CITES (Convention on international Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau Konvensi internasional khusus perdagangan jenis satwa dan flora liar yang terancam, maupun dalam undang-undang nasional di hampir semua negara, tetapi ancaman terhadap satwa jenis reptil kuno ini masih terbuka lebar.

Peran masyrakat, seperti yang dilakukan oleh Kambau Borneo ini patut mendapat dukungan dari semua pihak, terutama dari pemerintah daerah setempat.

Sunday, March 11, 2012

Musim yang ditunggu-tunggu masyrakat desa Temajuk

 Oleh : Pepeng
Aktifitas masyrakat desa Temajuk pada saat musim ubur-ubur

Bulan Maret merupakan musim yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyrakat Desa Temajuk, musim ini adalah musim ubur-ubur yang terjadi karena siklus laut yang menyebabkan populasi ubur-ubur meningkat dan banyak yang menepi ke pinggiran pantai.

Musim ubur-ubur hanya terjadi satu tahun sekali saja, bisa juga terjadi dalam dua tahun sekali dan mungkin empat tahun sekali musim ubur-ubur baru terjadi kembali.

Bulan Maret tahun 2012 pada saat sekarang ini adalah musim yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyrakat desa Temajuk.


Tidak jarang masyrakat desa Temajuk yang yang pekerjaan sehari-harinya hanya menangkap ikan di laut kini beralih menangkap ubur-ubur di sekitaran pesisir pantai laut temajuk. areal penangkapan ubur-ubur dari Tanjung Bendera sampai Tanjung Datuk.
Keramaian inilah yang membuat suasana pantai laut Temajuk yang terletak di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat menjadi seperti pantai yang ramai di kunjungi orang.

Selama rentang kurang lebih satu bulan dalam musim ubur-ubur, pantai Temajuk menjadi sangat ramai aktifitas masyrakat  yang menangkap ubur-ubur dengan berbagai usia dari orang tua hingga anak-anak juga ikut serta bahkan ibu-ibu yang sehari-harinya bekerja sebagai ibu rumah tangga pun ikut serta aktifitas ini.

Inilah momen yang tidak di lewatkan oleh masyrakat desa temajuk, karena pada momen ini masyrakat dapat kerja tambahan yang bisa menambah penghasilan mereka.

"Satu hari bisa bisa mengangkut / memindahkan sekitar 400 ekor ubur-ubur, yang di pindahkan dari kapal motor ke tempat penampungan dengan upah Rp 400 per ekor".
Ini di kerjakan dua orang dan mereka bagi hasil begitu juga para nelayan yang menangkap ubur-ubur.

"Sedangkan untuk para nelayan yang khusus menangkap ubur-ubur dari laut dan di bawa ke tepi pantai dengan upah Rp 2.000 per ekor untuk ubur-ubur tanpa kaki sedangkan untuk ubur-ubur yang masih utuh dengan kakinya dengan upah Rp 3.000 per ekor.Dalam satu hari nelayan bisa menangkap hingga 600 ekor ubur-ubur".

"Penampung bisa memperoleh 2000 hingga 3000 ekor ubur-ubur per harinya dari para nelayan yang menangkap ubur-ubur".

Tidak hanya sampai di situ saja penampung harus memperoses ubur-ubur tetrsebut hingga menjadi barang setengah jadi lalu di expor ke luar.
Ada beberapa tahap yang harus dilakukan oleh penampung untuk membuat ubur-ubur menjadi barang setengah jadi.
Tahapan ini memakan waktu cukup lama
tahap pertama dengan peroses awal ubur-ubur yang baru di tangkap dan di pindahkan ke bag penampung harus di biarkan semalaman.

Tahap selanjutnya ubur-ubur harus di bersihkan terlebih dahulu dari lendir-lendir yang menempel pada ubur-ubur. Lendir ini lah yang menyebabkan gatal pada kulit manusia apabila kita menyentuhnya.
Namunn ada cara untuk menanggulangi hal tersebut, masyrakat menggunakan tawas dalam pekerjaan ini agar dapat mengurangi rasa gatal yang di sebabkan oleh ubur-ubur, dengan cara tawas di beri air lalu di lumuri ke seluruh tubuh.

Ubur-ubur yang sudah bersih di pindahkan ke bag untuk proses penggaraman yang pertama, ini di lakukan agar ubur-ubur tidak membusuk.
Garam harus di campur dengan tawas dan perbandingannya dua belas karung garam di campur dengan satu karung tawas.
Proses penggaraman yang pertama hanya satu hari saja, lalu di pindahkan ke bag yang kosong untuk proses penggaraman yang ke dua prosenya sama dengan penggaraman yang pertama hanya saja ubur-ubur di biarkan selama dua sampai tiga hari.

Masuklah penggaraman yang ke tiga, namun proses penggaraman ini tidak menggunakan campuran tawas pada garam.
Ubur-ubur di biarkan selama satu minggu, selanjutnya di angkat dan di tiriskan selama 60 menit.
Masuk lah tahap yang terahir ubur-ubur yang sudah kering dan menjadi barang setengah jadi siap di masukan ke box yang telah di buat dan siapkan untuk di exspor.

Barang setengah jadi ini seharga Rp 13.500 per Kg.
dalam per Kg ubur-ubur kering biasanya hanya berjumlah tiga ekor saja jika jumlah ubur-ubur kering ini sampai empat ekor per Kg maka penampung akan mengalami kerugian.


Saturday, March 10, 2012

Diantara Burung GARUDA dan HARIMAU hidup berdampingan

perbatasan indonesia-malaysia

Perbatasan Indonesia dan Malaysia itulah yang mereka katakan, akan tetapi semua itu seakan tidak adanya perbatasan bagi masyrakat di desa Temajuk dan Teluk Melano.

Hubungan sosial di antara ke dua desa tersebut sangat dekat karena mereka tidak saling membeda-bedakan antara suku, agama, dan sosial.
   
Bahkan di setiap hari raya / idul fitri, kedua desa tersebut saling bersilaturahmi. dan biasanya kedua desa ini saling bersilaturahmi ini di lakukan pada saat hari pertama idul fitr.

Tidak hanya itu saja biasanya setiap ada acara resepsi pernikahan di desa Temajuk, masyrakat Teluk Melano juga di undang ke dalam acara resepsi tersebut.

Selain itu biasanya terdapat acara hiburan rakyat di desa Temajuk yang di selenggarakan oleh masyrakat setempat, masyrakat Teluk Melano datang ke desa Temajuk untuk menikmati bersama hiburan tersebut dan begitu juga sebaliknya. Seakan di antara mereka tidak ada batasan, padahal secara geografis wilayah mereka di batasi oleh negara yang berbeda.

Desa ini terletak di Kabupaten Sambas, provinsi Kalimantan Barat, dan apa bila kita melihat peta Kalimantan maka desa ini terletak di ujung ekor pulau kalimantan.